Home › Ragam › Dampak Penjajahan Jepang Terhadap Sistem Pendidikan di Indonesia, Ini Sejarah dan Perkembangannya
Dampak Penjajahan Jepang Terhadap Sistem Pendidikan di Indonesia, Ini Sejarah dan Perkembangannya

Pada zaman Jepang, jumlah sekolah dasar memang menurun. Meski begitu, Jepang menghapus sistem pendidikan ala Belanda yang membeda-bedakan status sosial (Wikipedia Commons)
SEROJANEWS.COM - Meskipun berlangsung hanya selama tiga tahun (1942-1945), penjajahan Jepang di Indonesia meninggalkan jejak yang mendalam, terutama dalam sektor pendidikan. Berbagai perubahan yang diterapkan selama periode tersebut berdampak positif maupun negatif bagi sistem pendidikan yang ada.
Pada era pendudukan Jepang, sejumlah ahli sepakat bahwa kondisi pendidikan mengalami kemunduran yang signifikan jika dibandingkan dengan masa penjajahan Belanda. Jepang menjadikan Indonesia sebagai pangkalan perangnya, sehingga masyarakat harus hidup di bawah kondisi genting yang berimbas pada dunia pendidikan. Para pengajar dipaksa untuk bekerja di bawah kendali Jepang, sementara anak-anak juga turut dikerahkan untuk memenuhi kebutuhan perang, menyebabkan banyak di antaranya terpaksa putus sekolah. Data menunjukkan, jumlah sekolah dasar menurun drastis dari 17.848 pada tahun ajaran 1940/1941 menjadi 15.069 pada tahun ajaran 1944/1945. Selain itu, jumlah guru juga berkurang dari 45.415 menjadi 36.287, memicu tingginya angka putus sekolah dan buta huruf di kalangan anak-anak.
Namun, di balik kemunduran tersebut, terdapat sejumlah kebijakan yang membawa perubahan positif dalam sistem pendidikan. Jepang memperkenalkan jenjang pendidikan dasar yang seragam selama enam tahun, memberikan akses pendidikan kepada anak-anak dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk yang sebelumnya terpinggirkan, seperti anak-anak dari keluarga miskin. Kebijakan ini secara efektif menghapus diskriminasi yang pernah ada pada masa kolonial Belanda.
Perubahan bahasa pengantar juga menjadi salah satu dampak signifikan dari penjajahan Jepang. Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa resmi dalam pendidikan, menggantikan bahasa Belanda. Sistem pendidikan yang mengacu pada kelas sosial yang diterapkan pada era Hindia Belanda pun dihapus, menciptakan kesetaraan dalam akses pendidikan di kalangan semua anak.
Penutupan sekolah-sekolah berbahasa Belanda juga mengubah dinamika pendidikan di Indonesia. Sebagai contoh, penutupan Hollandsche Chineesche School (HCS) mengakibatkan anak-anak keturunan Tionghoa kembali ke sekolah berbahasa Mandarin. Sekolah swasta baru yang dibentuk juga harus beradap di bawah pengawasan ketat pemerintah Jepang.
Guru-didik pun berpartisipasi dalam pelatihan untuk menyebarluaskan doktrin Hakko Ichiu, yang menjelaskan ambisi Jepang untuk menyatukan Asia Timur di bawah kepemimpinan Kaisar Jepang. Meski demikian, pelatihan ini juga termasuk pengajaran disiplin militer yang keras dan doktrin semangat Jepang.
Dalam jangka panjang, dampak penjajahan Jepang terhadap pendidikan Indonesia cukup signifikan. Meskipun Jepang bertujuan untuk memenuhi kepentingan perang, mereka tetap memberikan perhatian pada peningkatan kualitas pendidikan. Beberapa perubahan penting mencakup:
Perubahan Kurikulum: Kurikulum baru yang memperkenalkan pelajaran matematika, sains, dan militer, menggantikan pelajaran yang dianggap tidak esensial.
Peningkatan Jumlah Sekolah: Pembangunan banyak sekolah baru, termasuk institusi pendidikan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada dan Institut Teknologi Bandung.
Pendidikan Wajib: Jepang menerapkan sistem pendidikan wajib meskipun banyak anak yang tidak dapat mengakses pendidikan.
Peningkatan Kualitas Guru: Pelatihan guru baru untuk mengajar di sekolah-sekolah yang baru didirikan.
Setelah Indonesia merdeka, sejumlah perubahan signifikan dilaksanakan dalam sistem pendidikan. Pemerintah Indonesia membentuk sistem pendidikan nasional yang mencakup pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, menetapkan pendidikan dasar wajib, serta mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan. Pendaftaran Universitas Indonesia pada tahun 1950 menandai era baru dalam akses pendidikan tinggi di Indonesia.
Meskipun warisan Jepang dalam sistem pendidikan memiliki banyak aspek negatif, era ini juga membuka peluang untuk menghapus diskriminasi dalam pendidikan dan memberikan akses yang lebih baik bagi semua lapisan masyarakat. Dengan demikian, pengetahuan dan pelajaran dari masa lalu akan terus berperan dalam membentuk sistem pendidikan yang lebih baik di Indonesia ke depan.
Komentar Via Facebook :