Home › Daerah › Dugaan Keberpihakan Hakim Kasus Cerai di Batam, Istri Khawatirkan Masa Depan Anak Diasuh Ayah LGBT
Dugaan Keberpihakan Hakim Kasus Cerai di Batam, Istri Khawatirkan Masa Depan Anak Diasuh Ayah LGBT
Ilustrasi
SEROJANEWS.COM, BATAM - Dugaan keberpihakan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam dalam sidang gugatan cerai dengan nomor perkara 139/Pdt.G/2025/PN Btm, antara penggugat Sah Kumala alias Natalie (istri) dengan tergugat SP alias J (suami) berhembus kencang.
Sidang itu dipimpin oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, Irfan Lubis (ketua majelis) dan Yuanne Marietta Rambe, Irdianto, Rabu, (30 Juli 2025).
Dalam itu persidangan menghadirkan 2 orang saksi diantaranya Bunga (bukan nama asli) dan Budi (nama samaran). Karena persidangan berdasarkan aturan KUHAPerdata harus dilaksanakan secara tertutup untuk umum maka jurnalis media ini tidak bisa mengikuti jalannya sidang tersebut.
Namun pada hari Sabtu (02/8/2025) silam, bahwa Sah Kumala bersama dengan Budi datang menemui wartawan media ini untuk angkat bicara atas suasana di persidangan gugatan cerai di PN Batam. Dalam kesempatan itu, Budi mengatakan bahwa dirinya hadir di persidangan gugatan cerai yang dilayangkan oleh Sah Kumala.
“Saya hadir dalam persidangan karena diminta menjadi saksi perkara gugatan cerai dan hak asuh anaknya oleh penggugat. Memang itu pengalaman pertama bagi saya sebagai saksi. Memang saya agak gugup karena pengalaman pertama bersaksi di persidangan sepanjang hidupku,” kata Budi saat ditemui di salah satu tempat ngopi yang elit di Kawasan Batam Centre.
Budi menerangkan bahwa dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim PN Batam ternyata SP itu jual diri kepada pria atau sesama jenis.
“Kerjaan SP itu jual diri melalui aplikasi. Kalau apa namanya aplikasi itu, saya tidak mengetahui. Saya ketahui itu dari temannya dia (SP) yang ngomong dan temannya satu tongkrongan dengan saya. Tergugatlah yang menjadi wanita saat jual diri itu,” ucap Budi.
Mendengarkan keterangan yang disampaikan oleh Budi membuat jurnalis media ini bertanya. Apa tanggapan majelis hakim PN Batam kala persidangan itu mendengarkan keterangan, anda? Kabarnya ada hakim PN Batam bernama Yuanne Marietta Rambe mengucapkan kata-kata yang terkesan bernuansa ancaman kepada anda saat menjadi saksi. Bagaimana memang kejadiannya itu?
“Apa benar saudara J itu kerjaannya begitu? Kalau tidak benar, kamu bisa kena pidana. Saya yakin kerjaannya begitu, dia (tergugat) juga berteman sama teman saya. Teman saya ini kerjaannya kalau tidak di Malaysia ya Singapura,” ujar Budi.
Budi mengakui bahwa secara langsung tidak mengenal tergugat. Dia juga baru mengenal Sah Kumala sekitar 3 bulanan. “Saya tidak mengenal J dan tidak pernah kami bertemu langsung,” kata Budi.
Tidak patah arang, jurnalis media ini kembali melontarkan pertanyaan kepada Budi perihal tergugat itu pria yang memuaskan nafsu sesama jenisnya. Bagaimana anda mengetahui bahwa tergugat itu Gay alias Homo atau LGBT?
Budi menjawab bahwa dirinya mengetahui dari salah satu teman tergugat. “Saya mengetahui dari temannya dia. Terlebih lagi ada bukti foto bahwa tergugat berada di dalam kamar berpenampilan seperti perempuan bersama apek-apek (pria tua). Saya siap dipidana jika tergugat bukan Gay,” ucap Budi.
Budi melanjutkan bahwa saat persidangan hakim Yuanne Marietta Rambe menasehati saya perihal perceraian itu tidak bagus secara ajaran Agama Kristen.
“Ada hakim yang perempuan (dimaksudkan adalah Yuanne Marietta Rambe) ngomong bahwa jangan nasehati saya. Kamu sebagai kawan seharusnya menasehati Natalie bahwa perceraian ini tidak bagus. Yang bisa menceraikan inikan maut. Jadi dia ngomong lagi bahwa anak ini (keturunan dari tergugat dan penggugat) harus diasuh oleh bapaknya. Saya dengerin saja hakim itu ngomong,” ujar Budi.
Menurut keyakinan Budi bahwa seorang anak tidak pantas diasuh dan dibesarkan oleh seorang ayah kandung jika pekerjaannya terkesan tidak baik.
“Kalau menurut saya sih, tidak cocok jika anak perempuan diasuh sama bapaknya terlebih lagi pekerjaannya tidak baik. Bagaimana masa depan anak tersebut nantinya? Lebih layak lagi diasuh sama ibunya anak itu,” kata Budi.
Budi berharap bahwa majelis hakim yang menyidangkan perkara gugatan cerai yang diajukan oleh Sah Kumala supaya berlaku netral alias tidak berpihak kepada salah satu pihak. Seyogianya hakim berdiri dan tegak lurus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia khususnya dalam perkara gugatan cerai.
Dalam kesempatan itu dilakukan juga wawancara terhadap Sah Kumala alias Natalie. Dia mengatakan bahwa dirinya kenal SP beberapa tahun silam.
“Dulu tergugat merupakan pacar dari teman saya. Dia mencoba mendekati saya saat sudah putus dengan kawanku. Saya tidak langsung terima jadi kekasih hati kala itu. Butuh waktu saya untuk menerima cintanya,” ucap Sah Kumala.
Sah Kumala mengaku sudah membangun bahtera rumah tangga bersama SP sekitar 7 tahunan. Keduanya dikaruniakan seorang anak perempuan berumur 5 tahun.
“Sepengetahuan saya bahwa kerjaan dia itu jual diri di luar negeri seperti di Malaysia dan Singapura. Kami menikah sudah 7 tahunan dan punya anak 1 orang. Dalam pernikahan saya mengetahui bahwa dia tidak ada pekerjaan tetapnya. Jadi baik dan buruknya dia pasti saya ketahui,” ujar Sah Kumala.
Sah Kumala mengaku bahwa pernah mengecek ponsel tergugat saat bahtera rumah tangganya sedang harmonis.
“Saya lihat handphone-nya ada video-video hubungan terlarang tergugat dengan laki-laki lain. Tergugat yang merekam adegan terlarang itu saat bersama pasangan sejenis diponselnya. Saya juga melihat adanya aplikasi di ponselnya dengan nama aplikasi itu adalah F atau B (sengaja tidak dipaparkan). Itu aplikasi homo. Ada terpampang foto tergugat di situ dengan membuat 1 iklan menjajakan dirinya dengan caption top 100 persen besar yang artinya laki-laki punya batang besar,” kata Sah Kumala.
Sah Kumala juga menegaskan bahwa dirinya dari awal pernikahannya sudah mengetahui SP punya kelainan. Karena tidak ada perubahan dari sang suami makanya Sah Kumala mengajukan gugatan cerai dan gugatan hak asuh anak di Pengadilan Negeri Batam tepatnya pada 23 April 2025 silam. (Data dari SIPP PN Batam)
“Saya sudah lama mengetahui pekerjaan yang tidak benar dilakukan oleh tergugat. Dari awal pernikahan saya sudah mengetahui pekerjaannya begitu. Cuman berharap tergugat sebagai suami berubah. Berkali-kali saya bilang kepada dia untuk mencari pekerjaan yang baiklah supaya datang yang baik-baik dalam rumah tangga kita. Tetapi dia tetap menjalankannya itu,” ucap Sah Kumala.
Sah Kumala menilai bahwa tergugat karena pekerjaannya yang tidak benar maka tidak pantas mengasuh anak yang lahir dari pernikahan tersebut. Ditambah lagi penggugat pernah dijatuhkan pidana penjara karena pernah menjadi mucikari dan perkara itu bergulir di PN Batam pada tahun 2020 silam.
“Menurut saya sebagai ibu yang melahirkan anak kami itu, jelaslah tergugat tidak pantas mengasuh anak kami itu. Sebagai orangtua berkeinginan anak itu yang terbaik didikannya. Tergugat tidak pernah bekerja selain menjajakan diri dan itu pekerjaan nomor satunya dia lakukan selama ini,” ujar Sah Kumala.
Sah Kumala menjelaskan bahwa anaknya pernah diboyongnya ke Lampung saat sang suami tidak diketahui keberadaannya. “Saya bawa anak ke Lampung sekitar 7 bulanan di tempat ibu kandungku. Keluarga SP datang ke Lampung dengan membawa polisi dan ambil anakku. Saat kejadian itu saya lagi berada di luar negeri dalam hal bekerja,” kata Sah Kumala.
Sah Kumala menjabarkan selama anaknya berada dalam pantauan keluarganya dibuat sekolah. Namun setelah diboyong oleh tergugat bersama dengan keluarganya tidak lagi bersekolah. Dalam kesempatan itu Sah Kumala mengaku bahwa dirinya sedang bekerja sebagai karyawan (marketing) di salah satu perusahaan yang berlokasi di daerah Batuaji, Kota Batam.
“Saya berharap bahwa pengadilan melalui majelis hakimnya mampu memberikan keadilan untuk saya supaya dapat mengasuh anak yang saya kandung dan saya lahirkan itu. Berharap kalilah saya bahwa anak itu jatuh ke tanganku,” ucap Sah Kumala.
Sah Kumala juga menyampaikan bahwa pernah pada hari Senin (30/7/2025) dihubungi oleh SP menggunakan aplikasi WhatsApp.
“Dia bilang bahwa jika anak jatuh ke tanganku maka dianggap itu aset supaya bisa menguras hartanya. Jadi tergugat beranggapan uang yang ditransfernya akan saya gunakan ke yang lain gitu bukan untuk anak kami. Beberapa hari yang lalu saya dikirimkan pesan pakai WhatsApp oleh SP dan berkata, kamu tahu gak berapa banyak uangku habis karena perkara ini? Saya ini sudah habis-habisan, untuk apa semuanya ini? Tergugat meminta supaya anak diberikan kepadanya dengan cara memohon. Lalu saya jawab tidak bisa! Tetap aku jalani proses hukum ini,” ujar Sah Kumala.
Patut diketahui bersama terlebih lagi majelis hakim PN Batam yang menyidangkan gugatan perceraian yang diajukan oleh penggugat, Sah Kumala dengan tergugat SP bahwa hak asuh anak idealnya jatuh ke tangan ibu kandungnya dikarenakan anak masih di bawah umur atau saat ini masih berusia 5 tahun.
Hal tersebut dapat dilihat dari putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975. Dalam putusan itu diterangkan perihal penentuan pemberian hak asuh anak dalam perceraian haruslah mengutamakan ibu kandungnya, terlebih lagi untuk anak yang masih berusia di bawah 12 tahun.
Seorang ibu kandung bisa kehilangan hak asuh anaknya walaupun sang anak masih berusia di bawah 12 tahun dikarenakan ada hal-hal yang membahayakan keselamatan anak baik secara jasmani maupun rohani anak itu. (Pasal 156 huruf C yang terdapat dalam KHI). Dalam kesempatan berbeda penulis berita ini melakukan konfirmasi kepada kuasa hukum dari tergugat, SP.
Kuasa hukum tergugat yang dikenal dengan nama Agus Sumantri Simatupang alias Bosli Simatupang mengatakan bahwa kliennya tidak pernah memiliki kelainan secara seksual.
“Saksi Budi dihadirkan dalam persidangan tidak pernah mengenal klien kami dan juga tidak pernah mereka bertemu. Saksi hanya mendengarkan katanya dan katanya saja. Jadi keterangan saksi itu dalam persidangan yang menyebutkan klien kami homo atau gay atau LGBT sudah terbantahkan dalam persidangan. Selain itu masih ada saksi dari penggugat bernama Bunga yang merupakan mantan pembantu mereka juga, dan dia tidak bisa mengetahui secara pasti perihal dugaan homo atau LGBT atau gay yang dituduhkan kepada klien kami itu,” ujar Bosli saat ditemui di seputaran Kawasan Jodoh, Batu Ampar, Kota Batam, Rabu (06 Agustus 2025).
Agus Simatupang juga menjelaskan karena pernyataan dari saksi yang menerangkan kliennya LGBT membuat hakim marah. “Itu keterangannya tidak berdasar karena menyebutkan prinsipal kami sebagai homo sehingga membuat seorang hakim marah,” kata Agus.
Agus Simatupang membantah bahwa bukti yang ditampilkan dalam persidangan yang menuduh kliennya adalah homo atau gay alias LGBT.
“Dalam foto yang ditampilkan sebagai bukti di persidangan memang ada wanita di dalam kamar sedang di atas ranjang bersama laki-laki. Saya tidak percaya itu klien kami karena itu jelas-jelas perempuan bukan perempuan jadi-jadian. Hakim aja bilang bahwa tidak percaya karena cantik kali. selain itu penggugat juga membuat bukti berupa video dalam kepingan disc yang kabarnya adalah video berisi adegan terlarang yang dilakukan oleh klien kami dengan pasangan sejenis. Tetapi itu saya menolak untuk diputar di persidangan karena jijik menontonnya," ucap Agus Simatupang.
Agus Simatupang juga membantah bahwa pihaknya tidak pernah menyuap majelis hakim PN Batam yang menyidangkan perkara kliennya sebagai tergugat dalam gugatan perceraian yang diajukan oleh Sah Kumala. Agus Simatupang juga menjelaskan bahwa penggugat selama pernikahan bersama kliennya tidak bisa menjalankan tugas sebagai seorang istri secara baik dan benar.
“Penggugat selama menikah tidak bisa apa-apa. Bahkan baju mereka yang kotor saja harus dicuci oleh laundry bukan dicucikan penggugat. Saat klien kami sedang bekerja di luar negeri selalu mengirimkan setiap bulannya uang ke rekening penggugat yang totalnya sekitar 400 juta rupiah guna pembayaran angsuran aset mereka.
Namun penggugat tidak membayarkan semua angsuran tersebut. Sehingga suatu ketika klien kami ditelepon tukang tagih terkait utang tersebut dan itu membuatnya terkejut. Saat itulah diketahui penggugat sudah memboyong anak mereka ke Lampung tempat keluarga dari penggugat. Klien kami bersama keluarganya dan polisi menjemput anak itu untuk bisa diasuh supaya lebih baik.
Anak itu terlihat kurus dan terkesan tidak terawat karena penggugat selaku ibu kandungnya bekerja ke Thailand,” ujar Agus Simatupang.
Agus Simatupang juga menambahkan bahwa setelah anak tersebut dibawa kliennya ke Batam tidak pernah dilihat oleh penggugat.
“Anak sudah dibawa klien ke Batam dan tidak pernah dilihat oleh penggugat. Tiba-tiba klien kami digugat cerai dan gugatan hak asuh anak di PN Batam. Terkejutlah klien kami ini dengan adanya gugatan tersebut,” kata Agus Simatupang.
Agus Simatupang mengatakan bahwa seyogianya hak asuh anak harus jatuh ke pihak kliennya.
“Penggugat mana kerja sampai saat ini di Batam. Tidak benar penggugat bekerja saat ini di Batam, dikarenakan dia pernah menghubungi seorang warga negara Malaysia bernama Adam (bapak asuh yang membiayai kebutuhan penggugat ketika tergugat sedang dipenjara karena perkara sebagai seorang mucikari) untuk minta uang sebesar 500 ringgit. Uang itu untuk membayar uang kosnya. Bagaimanalah penggugat bisa membiayai anaknya kalau bayar uang kos saja tidak mampu? Oleh karena itu haruslah jatuh kepada tergugat,” ucap Agus Simatupang.
Agus Simatupang juga memastikan jika hak asuh anak nanti diputuskan PN Batam jatuh ke tangan kliennya maka penggugat bisa melihat kapan saja anaknya sesuai dengan keinginan.
“Pihak dari tergugat tidak akan keberatan jika hak asuh anak jatuh kepada klien kami maka penggugat bisa berkunjung dan bertemu dengan anaknya kapan saja dia mau. Kami dan klien serta keluarga tidak akan menghalangi sang ibu bertemu dengan anaknya. Ibu dari tergugat juga telah berjanji akan merawat cucunya itu supaya nanti jadi lebih baik lagi,” ujar Agus Simatupang.
Penulis: JP






Komentar Via Facebook :